CINTA DAN KEHIDUPAN
TENTANG
KEHIDUPAN
DAN
kepada siapa aku mencari
jutaan mil tubuhku melangkah
rasa lapar kutikam sudah
aral lintang kuterjang sudah
fajar senja kulahap pedih
aku mencari
ini hari apa? aku mencari apa?
dan aku kembali pergi
Sekayu, Mei 2011
Pada Suatu Malam, di
Sebuah Desa
serangkaian burung layang melintas petang di bening sungai
musi
juga kibas pasukan kelelawar berjumlah belasan
mereka meniti mencari jejak nafkah pada hitam malam sebuah
desa
kelibaikelibai hutan sumatera yang menggelap
milyaran gemintang pasir basah ketika surut sungai
kilau matahari sangat nyata menjelang tenggelam
di sebuah desa, seorang gadis kecil terkena asma
di sungai, pengayuh perahu melunas rapat ke tepi
perawan dan wanita mencuci di atas batang, anakanak saluang
berkilatan
rumah yang terbuat dari bambu
dalam selingkupan daun pisang,
menjelang pagi anak lawar setia menanti induk kembali
sayang sang induk tak akan pulang, selongsong pelor
menembus jantungnya hingga meradang
sang induk sudah mati, ditembak lelaki dari sebuah desa
malam tadi
Sekayu, 20-22 September 2011
Burung Kecil
Bersama hembusan angin, burung kecil kita pergi meninggalkan
keluarga
Ia melangkah hidup sendiri tanpa sesiapa sesuka arah
Hendak mengembara, mencari pengalaman katanya
Burung kecil pergi
Banyak pesona sepanjang langkah yang disapanya
: gunung hijau nun menjulang, kilau pelangi indah
membentang,
mekar bunga diterpa mentari pagi, alunan nadanada alam yang
syahdu di hati—
Burung kecil kita bersuka riang sekali
Harihari berganti, keindahan alam dan pengalaman banyak
sudah dicecapi
Lewat duabelas minggu burung kecil kita bertualang, ternyata
kini ia ingin pulang
Sedikit banyak penghalang selama ini selalu tuntas ia
hadapi; ganasnya topan, lengking petir dan tajam hujan, pemangsa yang jelek,
segala rintang dan bahaya –tak pernah sanggup membuat burung kita surut dalam
mengembara
Burung kita tetap dan terus bertualang dalam kembara
Tetapi, pada akhirnya, adalah rindu yang telah membuat
langkahnya berpaling jua
Dalam sepi burung kita merasa semacam ada ruang yang telah
kosong di dalam hati
Burung kita tibatiba menangis, ia ingin memeluk keluarga; ia
merindui keluarga,
ingin kembali pulang, pulang kepada keluarga
Sekayu, 6 Maret 2012
Kami yang Hendak
Pulang
tanah di langit, lukisan naga tidur
angin berputing menebas ilalang
menghempashempas tajam
kami anak burung yang hendak pulang
ilalang yang rendah merunduk bergoyang
sujud ke kiri tengadah ke kanan
petir menghitam nuansa kelam
pepohonan tumbang
hujan berpeluru menyerbunyerbu
ya Tuhan, lindungi kami dalam kepulangan ini
Kota
Randik, 17 Oktober 2011: 15.46
Sayang Kepada Anak
Di antara dahan pohon beringin yang sangat hijau, bulirbulir
air bening ngalir menggantung. Hujan masih mengguyur di terik siang; seekor
induk burung
masuk sarang –terlambat pulang.
Menangislah sang anakanak; bersedih hati maka sang induknya.
Minta peluk sang anak-anak; maka mendekaplah sang induknya.
Cericit mendecit: berceriap cuapcuap; sayang induk kepada
anak.
Sekayu, 17 Januari 2012
Maka Sayangilah Apa
yang Ada
Dulu ia ingin cepatcepat menjadi dewasa, orang dewasa lebih
dihargai pikirnya.
Kini setelah tumbuh dewasa ia menyadari bahwa ternyata hidup
itu begitu susah, dan sekarang ia malah menangis ingin kembali menjadi
anak-anak saja.
Sekayu, 23 Maret 2012
Sebuah Tulisan Larut
Malam
dingin di dalam kalbuku; berdesir aliran darah
lembut ngalir napas waktu membelai hening kata
nyamuknyamuk kurus yang mengintai manis darah
aku berkata : kita senasib sayang, reguklah manisku semaumu
telah lewat tengah malam, pintu dan jendela seluruh sudah
terkunci;
tak ada angin menerpa, tak ada lolongan anjing, kucing
kawin-
hanyalah putih hujan yang rintik menelusup atap retak
akh … sayang, mengapa masih juga kau mengintai darahku
apalagi yang kau tunggu? Sedang di sini aku juga merasa
lapar
lekaslah sayang … lekaslah datang padaku
kau tahu? sekarang kita selalu merasa lapar di dalam jiwa
janganlah kau ragu apalagi malu; lapar tentu bukan persoalan
baru
sudah lama rakyatku merasa lapar lalu hidupnya menjadi
perampas
sejak dahulu rajaku merasa lapar lalu hidupnya memangsa
rakyat
dan engkau merasa lapar lalu mengintai manis darahku?
Hidup lapar! Ayo kita
kembangbiakan lapar agar subur dan merata
kemarilah sayang, nikmatilah darah dan tubuh wangi segarku
aku tak bisa lagi menunggu, atau aku akan akhiri manis
laparmu
aku hanya sedang serius di sini, namun puisi telah menarikku
ke dalam kata
ke dalam permainan api di tengah rintik hujan dalam waktu
memacu malam
sedang engkau masih saja terus mengintai, lekaslah bertobat
ke tubuh pisauku
Sekayu, 21 Desember 2011: 23.04
Kucing, oh kucing!
mengapa tak mau kau teteki orokmu? padahal tangisnya tusuk
kupingmu
mengapa begitu engkau pada dirinya, adakah noda pada
lahirnya?
andai oh seandainya bulat mata itu mampu berbicara dan tak
terhalang oleh kuncup kelopak putiknya, ia akan tersenyum dengan senyuman
bening kristal yang ia ukirkan untukmu semata dan berkata, “oh bunda! rupamu bagai
bidadari elok nan jelita turun dari sungai surga berkilau. segar, sejuk, penuh
keceriaan.
dikau ibu yang kusayangi, namun kau tak menganugerahkannya.
maka jadilah kau… aku benci!!”
kucing oh kucing!
kau adalah makhluk rumahan, seharusharusnya tingkahmu
beradab
atau setidaktidaknya diberadabkan
namun, mengapa tega kau ingkari orokmu
kadang kau titipkan ia pada busuk kumuhnya tong sampah
kadang pula kau taruh ia sesukamu sembarang kentut
kucing oh kucing
andai semua kucing berlaku sama, malangnya anak kucing
oh kau anak malang,
oh kau anak kami
anak malang…
anak kami
terimalah nasibmu wahai anak malang yang dilupakan
Sekayu, 2010
Aku Hilang Dalam
Miskin
Jauhjauh aku terbang menghindarkan diri
Namun biola lara ini masih jua
mengikat dan mengejarku dalam melodi
Kepada samudera luas aku bertanya,
haruskah aku memecahkan karang untuk mengobati luka
pada sekujur tubuhku yang telah lelah?
Hidup, hidup ini …
Malam, malam ini …
Bukan mauku tapi harus aku menjalani
Telah
panjang perjalananku terbang
Cukup telah
pahit manis kucecap
Tentang keadilan dalam kehidupan
mustikah aku pertanyakan?
Menjadi seorang burung penghibur; biduan malam,
Hanya dengan suara-suara aku sampaikan luka kehidupan
Beban keluarga; tanggungjawab anak pertama;
adik yang harus sekolah; tanpa ayah; ibu yang renta
suratan, suratan ini …
hari, hari ini …
Betapa ingin aku menghindarkan diri dari segala lara ini
Namun tanggungjawab yang telah mengikat, citacita dan
harapan yang secercah
membuat aku masih tegak berdiri bertahan menjalani
Bumi selalu berputar berlalu; lembar terbuang berganti yang baru
Sejujurnya mata ini takut menatap masa depan; menatap derai
harapan
sebab masa depan dan harapan adalah taruhan hidup yang kejam
Aku pernah duduk di bangku sekolah
Tapi rasanya hanya hilang waktu ini
Hanya hilang pengetahuan ini
Aku hanyalah burung yang tak berdaya
Bahkan untuk orang yang menyayangiku pun, aku lemah …
Bumi tetap berputar berlalu
Lembarlembarnya terbuang berganti yang baru
Aku sedih, banyak sudah waktuku yang berlalu
Aku takut, banyak telah dosa yang pernah kukecup
Aku takut Dia membenciku; Meski aku tahu, Dia adalah
Penyayang dan Pengasih
Maka kepada samudera luas aku bertanya :
haruskah aku leburkan tubuh ini agar segala dukaku menjadi
tiada terasa;
segala laraku menjadi hampa
Sekayu, Januari – 3 Februari 2012
Nyanyian Angin Potret
Buram
masih ada angin berhembus di negeriku
ia menembus setiap sudut rumahrumah
angin selalu berlayar membawa kabar
dan nyanyiannya yang berani terkadang masih terdengar
sebab selain angin, hampir lainnya lemah terkapar
ada yang merangkak menyeduh nasi aking, ada yang terbahak
makan nasi bunting
ada rumah korek api yang berhimpit, ada rumah selapang
bandara nan luas
ada tua renta yang sendiri menunggu mati, ada yang muda
terbahak tanpa henti
ada yang tulang kering berbalut kulit gosong, ada yang
berlemak serupa ayam potong
ada yang gajinya sebutir beras, ada yang gajinya sebongkah
emas
ada yang memelas di jalanjalan, ada yang memeras di jalanjalan
dan angin itu masih berhembus
dan angin itu masih menembus
dan angin itu berlayar lagi
angin itu terdengar lagi
ia masih ingin didengar
ia masih mau menyampai kabar
sebab selain angin, hampir lainnya lemah terkapar
di negeriku
ada juga ikan asin yang kering kerontang
sedang di sisinya ada mas koki yang gendut makmur
di negeriku
ada yang setahun menjerit lapar
sedang di sisinya ada yang setahun berdiam kekenyangan
ada yang menggila menumpuk harta
sedang di sisinya bergelimang fakir yang papa
ada polusi dan banyak korupsi
dan angin
itu masih berlayar
mengirim salam risau mencari kabar
walau tak akan
habis derita didengar
September – Oktober 2011
Pisau di Hati dan Burung
di Langit Muram
Ini hari bahagiamu
tapi tragedi menimpamu
Ini hari bahagiamu juga hari paling sedihmu
Mentari hilang cerahnya
Ada
pisau yang menyayat hatimu
menyembiluinya hingga terluka
dan darah mengalir begitu pedihnya
Ini hari bahagiamu
juga hari paling sedihmu
Antara bahagia dan luka bergolak di hatimu
Tapi ternyata lukanya lebih dalam terasa
Hari ini kau menikah bersama orang yang
paling kau cinta, namun sekejap setelahnya
orang yang telah melahirkanmu tak lagi bernapas
Dan burungburung gagak menghitam di langit muram
Sekayu, Februari 2012
Tiada Malam yang
Lebih Derita Lagi
Tiada malam yang lebih derita lagi
Udang tua berenang di malam hari
Hari hujan malam pun gelap sekali
Dari langit kilat turun melesat
Dari kilat ia kembali mengingat
Gagah, perkasa, sukaria semasa muda
Ia besar dan jumawa, kulit-kulit baja
Tak lalai menindas kaum lemah
Ikan bercinta di malam senyap
Kilat kembali lenyap; melingkar gelap
Udang tua kini bongkok dan rapuh
Teman telah mengianati, keluarga juga pergi
Tanpa daya menerobos arus dingin
Debu terkibas angin; terpental tak berarti
Maratah tulang sendiri: rasanya sakit hati
Sekali waktu udang tua kerap menyesali
Pagi telah pergi tiada berarti; sisa hidup penuh caci dan
benci
Malam gelap penuh duri; tiada yang lebih gelap lagi
Sekayu, 25 November 2011
Di Puncak Bukit
Di puncak bukit nan gersang seekor burung berbaring lelah
Sayapnya patah; darah kering beku. Pedih luka
tertembak. Tertatih melayang hingga ia jatuh di sana;
di puncak bukit nan gersang.
Merayap. Matanya redup. Ada pelangi yang melintas,
ada cahaya yang mengkilat. Matahari tak menyentuh kulit
Berkibar dingin dan keteduhan; meresap cinta dan
kebanggaan, ia mati dalam perlawanan; perjuangan.
Sekayu, 19 – 21 Januari 2011
Seekor Elang Masih
Terbang
Pada sebuah pagi senar biola mengalir, nadanya menyusur
ribuan kilo
Pagi yang biasa, hangat matahari menelusup daundaun pada
cabang pohon
: menguarkan sisa-sisa embun
Burungburung kecil bersaing menduelkan kicaukicau lengking
Seekor elang membentang sayap penuh harap mengemis buruan :
Sareka – Sugih Rawas – Kasmaran – Ulak Teberau – Napal –
Rantau Kasih,
Ulak Paceh – Bumi Ayu – Karang Waru – Karang Anyar – Rantau
Panjang,
Sekayu – Lumpatan
Angin deras berkibar, peluh bercucur, seekor elang terbang
mengharap daging
Sayupsayup, nada biola masih juga terdengar : alunan yang
miris mengiris garis
Jarak telah jauh ditinggalkan; luka telah nganga hingga
kapalan dirasakan
Derita telah dipatahkan hanya kepada cinta ia mekarkan!
Matahari menjauh bertukar posisi, pelan jiwanya akan angslup
ke dalam malam
Sedang elang masih terbang mencari buruan; anakanaknya
menanti di dalam sarang
Elang tersebut terbang merawankan hati, aliran waktu semakin
sulit untuk ia pijaki
Ikan di sungai semakin langka, hutan terbabat semakin habis
–bukan lantaran pribumi— sebab orang pribumi bersifat lugu yang hanya
memikirkan bagaimana makan di hari ini
Angin deras berkibar; bulubulunya rontok terkalahkan; peluh
masih bercucuran;
Hutan terbabat semakin habis; semakin dilindungi ia semakin
tak terlindungi;
Nada biola terdengar semakin menjadi; lengking semakin
menyayat hati
Kini dunia penuh berselimut gelap, seekor elang terbang tak
patah semangat
Sekayu, 25 Desember 2011
Sajak Kehidupan
Untuk burung-burung
yang selalu mendapatkan (merasakan) ketidak-adilan
Dunia terasa mendung: seperti hidup yang pedih; begitu muram
kau rasakan
Mendung bagimu selalu; tak kunjung habis tak kunjung pergi
memayungi hariharimu
Ketidakadilan yang tak putus tak habis kau rasakan hingga
bernapas bagimu terasa menyesakkan. Sayapsayap yang menjadi berat; waktuwaktu
yang terasa lambat; dan pahit yang tak putus merundung jiwamu hingga bagimu ia
seakan berniat melenyapkan semua mimpi: semua harapan; bayang dalam hidupmu
Menghujan airmatamu setiap menjalani waktu
Pedih benar kau rasa memintasi hayat ini
Tertatih selalu setiap kau belajar mengepakan sayapmu
Ingin kau akhiri semua perjalanan sulitmu, namun tak akan,
tepatnya tak bisa,
lebih tepatnya kau tak mau sebab kau masih punya keluarga;
punya tanggungan dan beban-beban sosial yang tak ingin kau tinggalkan
Bersabarlah …
Hari-hari yang telah berlalu, derita serta lara yang tak
putus kau rasa
Bersabarlah menjalani hidupmu kini, dalam penderitaan; ketakberdayaan
Terkadang cinta dan ketulusan justru akan lebih mudah hadir
untuk kau temukan
(Mungkin, tak musti cinta lawan jenis. Cinta dalam
persahabatan; kekeluargaan;
atau persaudaraan akan lebih kuat menelusup hatimu jika kau
mau coba merasainya)
Bersabarlah burung-burung …
Bila sangkamu tiada lagi yang peduli kepadamu
Maka tentulah hal itu akan terjadi
Sebab, kau sendiri yang telah meyakini semua benakmu
Padahal, sesuatu sangkaan itu belum benar terjadi
Ceritacerita muram dalam harimu, derita serta lara yang kau
rasa
Dengarlah hai burung, tak selamanya gelap akan menyelimuti
raya
Hidup adalah perjalanan, juga permainan
Dalam ketakberdayaan; kesusahan
Akan lebih mudah kau resapi kehidupan
Akan lebih mudah kau dapatkan ketulusan
Akan hadir indah hidup yang kau nantikan
Tentu aku melihat, segala apa yang kau rasakan
Sejenak resapilah hidupmu. Kelak dimasa datang
andai engkau sanggup bersabar dan bertahan,
semua derita dan ketidakadilan yang kau rasakan
sesungguhnya adalah lelucon untuk kau tertawakan
Karena, aku pernah menjadi burung sepertimu
Sekayu, Februari 2012
Tentang Burungku
Burungku sangat periang; suka naik turun ekornya,
meloncat-loncat tertawa, tajam serta nyaring suaranya. Ia juga cekatan dan
lincah dalam bercinta. Banyak orang menjadi tertarik lalu melirik burungku,
lalu memburu burungku. Kuakui, burungku benar sangat menawan.
Burungku cantik sekali: mungil runcing paruhnya, bening
bulat matanya, kuning abu-abu bulunya, benar menawan bila di alamnya. Maka,
jadilah banyak yang menggodanya, yang memburunya; ingin memilikinya.
Burung yang Menangis
di Malam Hari
Hendak bagaimana lagi :
terkadang dunia bukanlah tempat yang indah untuk burung yang
tak berpunya.
Rasa yang dingin sehabis hujan, maka beruntunglah mereka
yang bisa pulas rebah mengukir senyum berselimut hangat. Senja telah jauh
sirna, malam pekat telah berjalan, sebagian mereka terlelap lebih cepat karena
cuaca yang gigil. Namun anak-anak burung yang miskin malah mendecit membuat
berisik, sedang induk burung hanya bisa pasrah menangis.
Sekayu, 30 Maret 2012
Dunia yang Berputar
Pada hari yang tak terduga –tepatnya sebuah pagi senin yang
biasa, seekor burung yang lemah terusir dari ruang tempatnya bekerja selama ini
dengan alasan yang sangat sederhana : tak ada lagi kursi dan meja. Dengan sedih
matanya hanya bisa memandang, gemuruh di dadanya menyesak namun tertahan …
betapa sakit hati rasanya dipermainkan. Matanya menyempurna pedih: ada sedih dan
benci yang saling mengaduk membaur menyatu di dalam perih pedih itu. Sebelum
benarbenar pergi burung kita sempat berkata, “Barangkali …” Ai—hatinya
benar-benar terasa pedih, “barangkali … hari ini memang milik kalian. Tapi,
tunggulah … ingatlah bahwa dunia ini berputar!”
Dan mereka (sang pengusir) lalu tertawa: haha ….
Setelah itu: angin berhembus lebih kencang dari pagi biasa,
lebih kencang dari biasa, angin yang membawa tanda lukisan nasib pada makhluk
yang berjiwa. Dan mereka (sang pengusir) masih saja tetap tertawa tanpa pernah
menyadari bahwa segala yang fana bagaimanapun pasti akan tetap berakhir
sebagaimana adanya.
Terkadang, arah angin memang dapat dibaca, namun, terkadang
pula tak selalu sesuai kira. Adakalanya gelombang yang datang ternyata lebih
kencang sehingga dapat membuat angin bergeser haluan : menyimpang dari
perkiraan. Itulah hal yang kemudian terjadi: keadaan berubah; angin telah
berbalik arah. Barangkali, roda hidup memang benar berputar; mungkin pula telah
kehendak tuhan. Sekarang burung kita yang berada di atas, dan mereka yang dulu
tertawa kini merenta-renta mengharapkan pertolongan sepanjang badan. Beberapa
tahun telah berlalu, banyak sudah nasib waktu yang tandas di bibir gelas.
Pagi ini –tepatnya pada sebuah pagi yang biasa di antara
rangkaian hari-hari yang memang tak juga istimewa, seekor burung yang dulu
lemah dan terusir dari ruang tempatnya bekerja dengan alasan yang sangat
sederhana : tak ada lagi kursi dan meja, kini dijumpai diharapkan
pertolongannya oleh burungburung yang dulu pernah mengusirnya. Burung kita
tidak lagi menyimpan emosi, sambil tersenyum kini ia berkata kepada mereka yang
mengharap—
“Aku tidak pendendam, aku juga tidak marah. Hanya saja aku
burung yang tak pernah bisa lupa atas apa yang pernah burung lain perlakukan
padaku. Akan aku bantu kalian, tapi ingatkah kalian bagaimana peristiwa
dahulu?”
Dahulu, beberapa tahun yang lalu mereka tertawa terbahak,
tapi kini mereka menjadi burung yang papa dan hanya bisa tersenyum sambil
berkata dengan malu, “sudahlah … dilupakan saja, yang lalu kita biarkanlah
berlalu …”
Sekayu, 17 Maret 2012
Kangen
hanya tangis dan senyum di
dalam sepi
Sekayu, 8 Juni 2012
Burung Tanpa Sayap
Seekor burung yang cacat, berusaha terbang walau tanpa sayap
Kesunyian malam yang pekat, tak menyurutkan niat dan tekad
Duhai burungburung yang kekurangan, maksimalkanlah kelebihan
Perjuangkan impian kalian, segala apa yang kalian mau
Seekor burung yang cacat, dua ekor burung yang cacat,
beratus –berjuta burung yang cacat
Kasihi dan sayangilah hidupmu burungburung
Abaikan yang mengusikmu; mereka yang menghambatmu
Seekor burung yang cacat, dua ekor burung yang cacat,
beratus –berjuta burung yang cacat, tetap berusaha walau
tubuh teralang
Lintang pahit kehidupan, sakit pedih yang meresap, janganlah
terputus patah semangat
Wahai burungburung yang kekurangan, lihatlah segala apa dari
kelebihannya
Burungburung yang cacat, burungburung tanpa sayap, ada cinta
yang walau setitik
tak pernah pergi dalam hidup; yang menyayangimu. Mungkin
tuhanmu, mungkin ibu-ayahmu, mungkin sesiapamu, mungkin pula impianimpianmu
Burungburung yang kekurangan, hiduplah selalu dengan segala
harapan baikmu
Suatu harapan yang baik, laksana cahaya yang menyala dalam
gelap kehidupan
Sekayu, Februari 2012
Mengarungi Kehidupan
Berlayarlah … melajulah ….
Jangan takut melihat badai
sebab kita adalah lautan
Sekayu, 10 Oktober 2011