Senin, 10 Oktober 2011

Puisipuisi Syafriansyah, Lokalitas

Pagi Hari di Pinggiran Sungai Musi

Gemericik deras air sungai musi
Putih dingin butir embun di pagi hari
Di seberang sungai alam-alam permai menghijau
Mentari perak; burungburung bernyanyi ceria

Sekayu, 16 Desember 2011



Di Suatu Malam yang Tenang

Seperti gelora malam yang tenang, hamparan bintang berserakan.
Di atas langit keunguan menjulang; kecipak air sungai musi di bawah. Kelapkelip lampion kapal, kilau cahaya menggelombang di muka air; malam yang penuh keteduhan.

Juga daratan dalam diamnya; dingin meresapi pori bebatuan, deretan panji berderai lembut, mercusuar menyeduh kilau, sedang di sana –kubayangkan anakanak burung yang manis telah lelap tertidur.

BKB, 01-01-2012, 02.07




Menikmati Alam Jembatan Musi

Teduh alam daerah Sekayu
Burung belibis terbang ke hilir
Sulur emas senja menyapu daundaun hutan yang hijau
Di bulan Desember, Sungai Musi keruh mengalir dengan dingin

Orangorang yang mandi di batang tepian
Ketek dan perahu sesekali melintas di bawah jembatan

Sungai berkelok mengalir patah;
Orangorang berlalu dalam waktu
Sinar matahari yang perlahan sekarat
Perlahan angin berhembus dengan lembut
Sedang senja terlukis semakin tipis

Sekayu, 24 Desember 2011



Pelangi Pada Sebuah Senja

Di tempatku ini bernapas terasa nikmat
terbuai waktu yang bertalu penuh rahmat
menatap senja dengan megamega berarakan dekat
meluluhkan resah penat yang melekat

Di tempatku ini menerawang terasa tenang
semilir mengelus raga hidupku senang
kenangan di hati indah menggenang
rela

air mengalir beriak tanpa suara
alamku yang tertawa
ketenangan sore yang terhormat
nyanyian musi yang mendayu
alamku yang cantik nan ayu
pada sebuah senja di kota Sekayu

Sekayu, 2010

Senin, 03 Oktober 2011

Puisipuisi Syafriansyah, Horison 2012

Dimuat Majalah Sastra Horison Edisi Januari 2012

KETIKA HARIMU KETIKA HARI MAU MENJEMPUTMU

sesuatu jatuh ke bumi
tanah berlubang sangat besar
sesuatu menghempas bumi
makhluk lari berpencar-pencar
sesuatu meledak dari bumi
mereka menjerit menawar
waktu yang berputar

O
mereka yang datang
siapa?
O
mereka yang gemetaran
siapa?

mereka yang senang
siapa?
hai!
mereka yang berpulang
siapa?

mereka berlutut mengucap seribu do’a
mereka bersujud merapal seribu mantra
mereka merinai kata merayu sukma
ah, tapi percuma!

Kami
letuskan gunung-gunung
di bumi

Kami
hamburkan panas lidah api
pada mereka

Kami
tindihkan hujan api
tiada celah

mereka
mengucap
kata
doa
matra

ah, percuma!

Kami telah luapkan lautan
Kami telah benamkan dataran
Kami telah usaikan kekuasaan
kesepian
setan!

hanya
kepada mereka
yang senang

Kami
pulangkan
ke asal senang

(Sekayu, 13 Oktober 2011)



Mengguncang Pesona

Na liluli
Na liluli
Na liluli

berdegar langit berguncang
berdebur laut berguncang
beratak tanah menggelegar
gunung berguncang, petir
mengguncang pesona

tung ketutung
tang ketitung
idang
idung
idang
idung na liladung

sepuluh jiwa kencana
sejuta jiwa pendosa
mengguncang langit
menghempas laut
kembali
kami
kepada
Ilahi

na liluli
na liluli
na liluli
sya
sya
sya
sya
sya
sya

mengguncang
pesona
kalbu
dan
sukma

puncak pucuk puncak pucuk
puncak selasih pucuk selasih
sepuluh selasih mengguncang daya
sejuta kasih mengguncang raya
sepuluh kekasih di dalam surga
kalian
kembali
kepada
Kami

“famay-ya’mal mitsqaala dzar-ratin khairay yarah
wa may-ya’mal mitsqaala dzar-ratin syarray yarah”(*)

(Sekayu, September 2011)

Cat: *Surat Az-zalzalah (keguncangan) ayat 7-8.



Kembang Pengantin

wahai kaukau gadis yang kurindu
terikat lahir hatimu terbelenggu

kembang suka
masuklah!

kembang cinta
hiduplah!

asap rindu
dekaplah!

haaaaiii
yaaahuuu

haaaiii yaaahuuu

haaaiii
yaaahuuu

dibawah asap api kau kukendali
dibangun dan tidur kau
pada siang dan malam kau

tiada ingat kau selain aku

huuussssss
huuusssss
huuusssss

(Sekayu, 14 Oktober 2011)



WASIAT

kita kembali ke
medan perang
kecipakkecipak warna
hujan
api bertaburan

mengharap
kejatuhan
bulan
langit
pekat biru
cakrawala
mengungu
basah semesta
pada kecupan fana
awangemawan menyibak langit

orangorang langit tengah berpesta

suatu
ketika
seorang
nabi
membawa
getir
keringat hujan dari
asal nelangsa biru lautan
ia berlari memecah perih dalam
dahaga memapas putir titiran mega
menjungkir singkir jungkir angin kelana

orangorang langit tengah berpesta
langit pekat hadirkan perjamuan
putri rembulan menari dalam cakrawala
bidadari jelita bersenandung renyah sukasuka
iblis terkekeh dari neraka

“kalian semua sama!!” kata Allah
“ya!!” kata pohonpohon
“tiada beda pangkatharta” kata Allah
“ya!!” kata pohonpohon
“kuseru kalian berperang…”
“ya” kata mereka

jati, merbau, temesu, sungkai,
bungur, kemutun, ketiau, seru,
gelunggang, medang, pelai, racuk.

Kupanggil yang beriman di antara kalian
untuk berperang, menebas sawang di langit hati
melawan iblis yang tak matimati

merentanglah si dahandahan
merancaplah doadoa pengharapan

mereka sedang berperang
mereka selalu berperang
pun nanti selalu berperang

orangorang langit tengah berpesta
langit pekat hadirkan perjamuan
putri rembulan menari dalam cakrawala
bidadari jelita merinaikan gita

:
inilah hidup inilah warna
untuk terjadi dan akhirnya
pada sebelum lalu kemudian
pada jalan dan tujuan

inilah hidup inilah warna
untuk dilalui kalian semua
pada pilihan pada keinginan
pada apa yang diharapkan

hidup hanya mengulang kisah
menanti lelah dalam sejarah
bila tiada pandai ia mengakali
terpuruklah ia mati sendiri

inilah hidup inilah warna
pada badan penuh luka
inilah hidup inilah warna
untuk dilalui kalian semua


iblis terkekeh dari neraka
merentanglah si dahandahan
merancaplah doadoa harapan

pukul lesak genderang ditabuh
sembilu angin merisau sendu
perang dan selalu berperang
tiada lagi mufakat qalbu
…………………………....................................

sungguh, hanyalah tuhan
kamus makna segala tahu!

( Sekayu, 28 Juli 2011 )


NB: Puisi ini mempunyai kekuatan tipografi, tapi sayang Blog tidak bisa menanmpilkan tipografinya.

Sabtu, 01 Oktober 2011

Puisipuisi Syafriansyah, TSI IV Ternate

AKU SEKEDAR

: Nda

kutaburkan jarijemari di atas pasir
terbagi sama sebagaimana kuberharap ia
adil mengusap geraimu
kutitipkan mata ini pada delapan mata angin
kelak aku ‘kan selalu tahu bagaimana
keadaan kamu
kuterjemahkan ribuan bahasa untuk
membantu lidahmu mengucap
kuajarkan rasa sakit, rasa lapar,
perpisahan, sebab akutahu kepadanya-lah
kau bisa meraba kasih itu
akulah ibumu
akulah ayahmu
akulah gurumu
akulah tuhanmu
aku!! kekasihmu
kamu tahu. dengan apapun aku menjaga kamu
patah-lebur-patah-lebur berjuta
jiwaku, yang tersisa tetaplah kuat.
kelak, kamu aku selalu mendekap.

-Sekayu, 2 Mei 2011



Sajak Anak Duka

wahai kau yang duduk di sana
tidur berhias bunga kemeja
lidah menjulur menjilat muka
daun berbisik: laraluka

tikus di sampah ludahi muka
anak duka melempar sekolah
anak bangsa kaiskais sampah
sampah cintamu sekerjap kata
katamu terkuras selesat cahaya
cahayamu sekerjap kerjap binasa

wahai kau yang duduk di sana
tertawa bersuka tanpa luka
tataplah senyuman mereka berduka
berikan canda seutas cinta
berikan sebening kolam telaga

mereka jelita putik indonesia
lapar dahaga gula airmata
mereka jelata putik bangsa
mengalir nama satu darah
rumpun pertiwi sekerjap kerjap binasa

wahai kau yang ada di sana
putik indonesia meluruh derita
mengejar mimpi mereka terbeli
memujamu mereka amini !!

wahai kau yang duduk di sana
mereka luka putik indonesia
pertiwi ini juga ibu mereka.

-Sekayu, 18 April 2011



SOLILOKUI IKTIOLIT
: untuk kau

aku hanya seekor ikan yang terjerat pada jala
yang semestinya di sini ia tak ada
aku liar tak ingin kau taklukan
maka jangan kau tahan aku untuk kebebasan
meskipun aku mati, tapi aku tidak sebenar mati
sebab arwahku sekedar pergi
aku mengalir hingga kau tak bisa
tahu aku hingga kau
buta lihat aku hingga kau
lumpuh tangkap aku hingga
kau tak sampai cecap aku
hingga kau tak, kau tak
aku

-Sekayu, 20 Juli 2011