Senin, 10 Oktober 2011

Puisipuisi Syafriansyah, Lokalitas

Pagi Hari di Pinggiran Sungai Musi

Gemericik deras air sungai musi
Putih dingin butir embun di pagi hari
Di seberang sungai alam-alam permai menghijau
Mentari perak; burungburung bernyanyi ceria

Sekayu, 16 Desember 2011



Di Suatu Malam yang Tenang

Seperti gelora malam yang tenang, hamparan bintang berserakan.
Di atas langit keunguan menjulang; kecipak air sungai musi di bawah. Kelapkelip lampion kapal, kilau cahaya menggelombang di muka air; malam yang penuh keteduhan.

Juga daratan dalam diamnya; dingin meresapi pori bebatuan, deretan panji berderai lembut, mercusuar menyeduh kilau, sedang di sana –kubayangkan anakanak burung yang manis telah lelap tertidur.

BKB, 01-01-2012, 02.07




Menikmati Alam Jembatan Musi

Teduh alam daerah Sekayu
Burung belibis terbang ke hilir
Sulur emas senja menyapu daundaun hutan yang hijau
Di bulan Desember, Sungai Musi keruh mengalir dengan dingin

Orangorang yang mandi di batang tepian
Ketek dan perahu sesekali melintas di bawah jembatan

Sungai berkelok mengalir patah;
Orangorang berlalu dalam waktu
Sinar matahari yang perlahan sekarat
Perlahan angin berhembus dengan lembut
Sedang senja terlukis semakin tipis

Sekayu, 24 Desember 2011



Pelangi Pada Sebuah Senja

Di tempatku ini bernapas terasa nikmat
terbuai waktu yang bertalu penuh rahmat
menatap senja dengan megamega berarakan dekat
meluluhkan resah penat yang melekat

Di tempatku ini menerawang terasa tenang
semilir mengelus raga hidupku senang
kenangan di hati indah menggenang
rela

air mengalir beriak tanpa suara
alamku yang tertawa
ketenangan sore yang terhormat
nyanyian musi yang mendayu
alamku yang cantik nan ayu
pada sebuah senja di kota Sekayu

Sekayu, 2010

Senin, 03 Oktober 2011

Puisipuisi Syafriansyah, Horison 2012

Dimuat Majalah Sastra Horison Edisi Januari 2012

KETIKA HARIMU KETIKA HARI MAU MENJEMPUTMU

sesuatu jatuh ke bumi
tanah berlubang sangat besar
sesuatu menghempas bumi
makhluk lari berpencar-pencar
sesuatu meledak dari bumi
mereka menjerit menawar
waktu yang berputar

O
mereka yang datang
siapa?
O
mereka yang gemetaran
siapa?

mereka yang senang
siapa?
hai!
mereka yang berpulang
siapa?

mereka berlutut mengucap seribu do’a
mereka bersujud merapal seribu mantra
mereka merinai kata merayu sukma
ah, tapi percuma!

Kami
letuskan gunung-gunung
di bumi

Kami
hamburkan panas lidah api
pada mereka

Kami
tindihkan hujan api
tiada celah

mereka
mengucap
kata
doa
matra

ah, percuma!

Kami telah luapkan lautan
Kami telah benamkan dataran
Kami telah usaikan kekuasaan
kesepian
setan!

hanya
kepada mereka
yang senang

Kami
pulangkan
ke asal senang

(Sekayu, 13 Oktober 2011)



Mengguncang Pesona

Na liluli
Na liluli
Na liluli

berdegar langit berguncang
berdebur laut berguncang
beratak tanah menggelegar
gunung berguncang, petir
mengguncang pesona

tung ketutung
tang ketitung
idang
idung
idang
idung na liladung

sepuluh jiwa kencana
sejuta jiwa pendosa
mengguncang langit
menghempas laut
kembali
kami
kepada
Ilahi

na liluli
na liluli
na liluli
sya
sya
sya
sya
sya
sya

mengguncang
pesona
kalbu
dan
sukma

puncak pucuk puncak pucuk
puncak selasih pucuk selasih
sepuluh selasih mengguncang daya
sejuta kasih mengguncang raya
sepuluh kekasih di dalam surga
kalian
kembali
kepada
Kami

“famay-ya’mal mitsqaala dzar-ratin khairay yarah
wa may-ya’mal mitsqaala dzar-ratin syarray yarah”(*)

(Sekayu, September 2011)

Cat: *Surat Az-zalzalah (keguncangan) ayat 7-8.



Kembang Pengantin

wahai kaukau gadis yang kurindu
terikat lahir hatimu terbelenggu

kembang suka
masuklah!

kembang cinta
hiduplah!

asap rindu
dekaplah!

haaaaiii
yaaahuuu

haaaiii yaaahuuu

haaaiii
yaaahuuu

dibawah asap api kau kukendali
dibangun dan tidur kau
pada siang dan malam kau

tiada ingat kau selain aku

huuussssss
huuusssss
huuusssss

(Sekayu, 14 Oktober 2011)



WASIAT

kita kembali ke
medan perang
kecipakkecipak warna
hujan
api bertaburan

mengharap
kejatuhan
bulan
langit
pekat biru
cakrawala
mengungu
basah semesta
pada kecupan fana
awangemawan menyibak langit

orangorang langit tengah berpesta

suatu
ketika
seorang
nabi
membawa
getir
keringat hujan dari
asal nelangsa biru lautan
ia berlari memecah perih dalam
dahaga memapas putir titiran mega
menjungkir singkir jungkir angin kelana

orangorang langit tengah berpesta
langit pekat hadirkan perjamuan
putri rembulan menari dalam cakrawala
bidadari jelita bersenandung renyah sukasuka
iblis terkekeh dari neraka

“kalian semua sama!!” kata Allah
“ya!!” kata pohonpohon
“tiada beda pangkatharta” kata Allah
“ya!!” kata pohonpohon
“kuseru kalian berperang…”
“ya” kata mereka

jati, merbau, temesu, sungkai,
bungur, kemutun, ketiau, seru,
gelunggang, medang, pelai, racuk.

Kupanggil yang beriman di antara kalian
untuk berperang, menebas sawang di langit hati
melawan iblis yang tak matimati

merentanglah si dahandahan
merancaplah doadoa pengharapan

mereka sedang berperang
mereka selalu berperang
pun nanti selalu berperang

orangorang langit tengah berpesta
langit pekat hadirkan perjamuan
putri rembulan menari dalam cakrawala
bidadari jelita merinaikan gita

:
inilah hidup inilah warna
untuk terjadi dan akhirnya
pada sebelum lalu kemudian
pada jalan dan tujuan

inilah hidup inilah warna
untuk dilalui kalian semua
pada pilihan pada keinginan
pada apa yang diharapkan

hidup hanya mengulang kisah
menanti lelah dalam sejarah
bila tiada pandai ia mengakali
terpuruklah ia mati sendiri

inilah hidup inilah warna
pada badan penuh luka
inilah hidup inilah warna
untuk dilalui kalian semua


iblis terkekeh dari neraka
merentanglah si dahandahan
merancaplah doadoa harapan

pukul lesak genderang ditabuh
sembilu angin merisau sendu
perang dan selalu berperang
tiada lagi mufakat qalbu
…………………………....................................

sungguh, hanyalah tuhan
kamus makna segala tahu!

( Sekayu, 28 Juli 2011 )


NB: Puisi ini mempunyai kekuatan tipografi, tapi sayang Blog tidak bisa menanmpilkan tipografinya.

Sabtu, 01 Oktober 2011

Puisipuisi Syafriansyah, TSI IV Ternate

AKU SEKEDAR

: Nda

kutaburkan jarijemari di atas pasir
terbagi sama sebagaimana kuberharap ia
adil mengusap geraimu
kutitipkan mata ini pada delapan mata angin
kelak aku ‘kan selalu tahu bagaimana
keadaan kamu
kuterjemahkan ribuan bahasa untuk
membantu lidahmu mengucap
kuajarkan rasa sakit, rasa lapar,
perpisahan, sebab akutahu kepadanya-lah
kau bisa meraba kasih itu
akulah ibumu
akulah ayahmu
akulah gurumu
akulah tuhanmu
aku!! kekasihmu
kamu tahu. dengan apapun aku menjaga kamu
patah-lebur-patah-lebur berjuta
jiwaku, yang tersisa tetaplah kuat.
kelak, kamu aku selalu mendekap.

-Sekayu, 2 Mei 2011



Sajak Anak Duka

wahai kau yang duduk di sana
tidur berhias bunga kemeja
lidah menjulur menjilat muka
daun berbisik: laraluka

tikus di sampah ludahi muka
anak duka melempar sekolah
anak bangsa kaiskais sampah
sampah cintamu sekerjap kata
katamu terkuras selesat cahaya
cahayamu sekerjap kerjap binasa

wahai kau yang duduk di sana
tertawa bersuka tanpa luka
tataplah senyuman mereka berduka
berikan canda seutas cinta
berikan sebening kolam telaga

mereka jelita putik indonesia
lapar dahaga gula airmata
mereka jelata putik bangsa
mengalir nama satu darah
rumpun pertiwi sekerjap kerjap binasa

wahai kau yang ada di sana
putik indonesia meluruh derita
mengejar mimpi mereka terbeli
memujamu mereka amini !!

wahai kau yang duduk di sana
mereka luka putik indonesia
pertiwi ini juga ibu mereka.

-Sekayu, 18 April 2011



SOLILOKUI IKTIOLIT
: untuk kau

aku hanya seekor ikan yang terjerat pada jala
yang semestinya di sini ia tak ada
aku liar tak ingin kau taklukan
maka jangan kau tahan aku untuk kebebasan
meskipun aku mati, tapi aku tidak sebenar mati
sebab arwahku sekedar pergi
aku mengalir hingga kau tak bisa
tahu aku hingga kau
buta lihat aku hingga kau
lumpuh tangkap aku hingga
kau tak sampai cecap aku
hingga kau tak, kau tak
aku

-Sekayu, 20 Juli 2011

Selasa, 20 September 2011

Puisipuisi Syafriansyah, Media DinamikaNews

Dimuat Media Lampung, DinamikaNews - 12 Februari 2012



Syilogisme Sebab (1)



ada mengapa oleh sebab

ada tanya akan jawab

asal muasal kepada asal

asal angin jadilah angin

asal api sebab api

asal air sebab air

tanah menjadi tanah

cacing menjadi cacing

manusia menjadi manusia

manusia punya rindu

manusia punya benci

manusia punya cinta



asal rindu sebab rindu

sebab rindu kepada rindu

sebab benci kepada benci

benci kepada cinta

sebab cinta kepada cinta

sebab aku kepadamu kamu kepadaku

maka aku adalah kamu

maka kamu adalah aku

aku adalah tanah

kamu adalah tanah

aku menjadi manusia

kamu menjadi manusia

manusia menjadi tanah

tanah menjadi cacing

manusia menjadi cacing

cacing menjadi tanah



asal muasal adalah asal

asal angin jadilah angin

asal api sebab api

asal air sebab air

asal tanah adalah aku dan kau



( Sekayu, 19 Juli 2011 )







YANG DIHARAP GUGUR, YANG DIHARAP CUCUR*

(Buat Tri Akbarisyah)



surya tenggelam

lentera padam

berjuta kilau melesat tajam

mengiris malam



tasbihtasbih melingkar langit

cahayacahaya menumpah bumi

bismillahbismillahbismillah

cahaya merekah di rumah Allah



lentera padam

bulan temaram

pukau tekuk merapat kalam

menarung malam



tasbihtasbih melingkar langit

bismillahbismillahbismillah

syafaat kami meruah tumpah



bismillahbismillahbismillah

qalbu menetes mendesau fitrah

cucurlah susu gugurlah tuba



Allahuakbar Allahhurrahim

ya Allahhu ya Rahman ya Rahim



(Sekayu, 25 Juli 2011)





Nya



Sampai kuteguk Abatasa-Nya

Sampai kumabuk, ke dalam Allah



(Sekayu, Januari 2012)







Dosa Api Kubur



menyuling kuburkubur

dosa diderai menjadi suci

meratib arwaharwah

arwah diderai menjadi api



o dosa sepi

dosa sunyi

dosa ngeri

dosa sendiri

o api sepi

api sunyi

api ngeri

api sendiri



derai

kubur

kubur



derai

dosa

dosa



derai

derai

suci



derai

derai

api

derai

sepi

sepi

sendiri



(Sekayu, 2 Ramadhan 1432 H )







Pada KitabKu, Kitab PadaKu



ketika badai tibatiba menghempas

burungburung panik memekik cemas

ombak bergulung memecah karang

membentang tangan lintang kehancuran



tunduk pada gunung

tunduk pada langit

tunduk pada laut

tunduk pada kitabKu

tunduk paling kepadaKu



"salamun qaulan min Rabbin Rahim"



(Sekayu, 5-13 Oktober 2011)





*Puisi ini pernah dimuat Harian Musi Banyuasin.

Sabtu, 17 September 2011

Sajak, Januari - Februari 2011

Solilokui Malam 2011
: dv

hay dear…
malam ini bintang jatuh melukis wajahmu
gelasgelas yang basah, musik yang ingarbingar,
sedap asap ayam bakar, renyah tawa gadisgadis,
malam yang terlihat ramai. namun di sini
pada pertengahan malam ini
hatiku tetap kurasa kosong

jauh dari sosok gadis yang tidur di hatiku

aral duri dalam melangkah, aral cobaan dalam cinta
pertanyaan tentang sebuah kisah yang telah kita pautkan
seulas senyummu, malam yang gelap, sepotong kilas tatap matamu
apakah semua ini akan utuh?

saat aku menemukanmu
saat kau menemuiku
saat aku memilih kamu
saat kau memilih aku
saat kemudian kugenggam tanganmu
saat kemudian kaugenggam tanganku
saatsaat kita bersama

aku dapat mencintaimu, namun semakin pincang berjalan
sepotong kenangan ketika kita selalu jauh
pada malam yang dingin, cinta yang telah kuserahkan padamu
berapa lama lagi akan bertahan?

Sekayu – ( 03.04 ) 1 – 1 – 2011)


GETARAN ITU MEMBEKU

sepotong kisah yang kupenggal di dadaku
memikirkan kamu yang masih tinggal di jantungku
perlahan kopi pun telah membeku

terpejam kumeraba hamparan ruang
udara yang terserak, udara diam yang membunuhku
aku belum ingin mati, aku belum ingin mati
kubutuh dirimu untuk memberi

dapat kutangkap wangi rambutmu
wangi tubuhmu yang membisu
kutelan jauh ke dalam napasku
sebuah ruang yang jauh nun dalam
aku merasakan ketenangan di sini
namun ternyata seseorang menikamku

kudapati dada ini terbelah
jantung ini basah hitam bergetar
dirimu manis sedang tertidur
aku tersenyum menatap parasmu

basah
jantungku di atas meja
darah yang merembes merah pekat dan
dirimu tibatiba lenyap

aku ngeri dan perih
aku takut dan redup
langit perlahan meredup
bayangmu perlahan memudar
getaran itu membeku

(Sekayu- 1 – 1 – 11)


Perindu

lihat sungai bersayap pelangi dan kibasan perak di buih musi
berkeretap menangkap senja pada
perhiasan semesta yang nyata

sampan yang tertambat adalah aku
silir yang bergulir membawa rindu
dingin yang mendidih: kutanak sebagai penawar luka yang terlupa

atived… ceritakan padaku
tentang sepotong ayat jurnal
yang tak kumengerti
padamu


(Sekayu – Februari 2011)


Sungai Musi

seperti waktu yang terus membawamu menambah usia
dan mengasuhmu menuju ragam peradaban serta serupa senja
yang akan kembali kala esok dalam waktu yang meluruh
dan kau balas dengan gemuruh

kilaumu anggun menari berkelok dari kepala pagi
berpias pendar surya yang berkeretap di ari air
terus mengalir menembus sumsum peradaban jaman

berangkat dari kepahiang airmu mengalir memecah bulir
terpecahbelah menjadi delapan tangantangan remaja
yang sebagian renyah manis menyentuh sawah
menyelam kepada tanah mengirim senyum kepada
pepohonan yang semoga tak akan lekas punah

(Sekayu – Februari 2011)


TERHEMPAS

cinta meruntuhkan sayapnya
ia menyayatnyayat dengan belati
darah menetesnetes
darah merembesrembes
cinta tak lagi mau pergi
bayu kemurkaan mengempas
ringkih raganya

cinta bercermin pada langit malam
menjantang telaga kilau dipukau langit
dan batara suralaya memulai dongeng
: ‘’’anima naputu namucika motama…
hyang batari memulai tembang
: ‘’’ana mucika, ana motanama

awal lalu cinta selalu ceria
matanya kilau cerlang menyala
ekornya lapang mengibasngibas
gaib hanyut kemana hati ia mau

jauh di sana kura-kura berjalan sangat pelan
jauh di sana angin terlalu cepat memutar haluan
kini di dekatnya bencana datang menggedok pintu
ketukan yang datar

Tuk... Tuk... Tuk…

tamu ini terlalu cepat, yang terhempas
dan dongeng telah berubah haluan
dan tembang pun berputar haluan

mimpinya kini telah mati
cinta meruntuhkan sayapnya
cinta tidak lagi mau punya sayap
ia menyayatnyayatnya dengan belati
darahnya menetes
darahnya merembes


(Sekayu, 1 - 2 - 2011 )
Herdoni Syafriansyah

-
Herdoni Syafriansyah lahir di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, 7 Oktober 1991.
Ia adalah seorang muda pecinta sastra, penikmat kopi, dan penyuka pindang patin.

Sabtu, 20 Agustus 2011

Puisipuisi Syafriansyah, 2010

Kucing, oh kucing!

mengapa tak mau kau teteki orokmu
padahal tangisnya tusuk kupingmu
mengapa begitu engkau pada dirinya
adakah noda pada lahirnya

andai oh seandainya bulat mata itu mampu berbicara dan tak terhalang oleh kuncup kelopak putiknya, ia akan tersenyum dengan senyuman bening kristal yang ia ukirkan untukmu semata dan berkata, “oh! bunda, rupamu bagai bidadari elok nan jelita turun dari sungai surga berkilau. segar, sejuk, penuh keceriaan.
dikau ibu yang kusayangi, namun kau tak menganugerahkannya.
maka jadilah kau… kau aku benci!!”


kucing oh kucing!
kau adalah makhluk rumahan, seharusharusnya tingkahmu beradab
atau setidaktidaknya diberadabkan…
namun, mengapa tega kau ingkari orokmu
kadang kau titipkan ia pada busuk kumuhnya tong sampah
kadang pula kau taruh ia sesukamu sembarang kentut

kucing oh kucing
bingung…
andai semua kucing berlaku sama, malangnya anak kucing
oh kau anak malang, oh kau anakku
anak kucing… anakku!
Terimalah nasibmu wahai anak malang yang dilupakan

( Sekayu, 2010 )
Herdoni Syafriansyah

Bocah Penjaga Duku

Kala malam meriap mereka membangun unggun
mengusir dingin yang meniup tembus kepala
hay bocahbocah bermata kilat elang

Reranting berputar terkibas angin
meski sepi meski dingin mereka bertahan
demi esok mengunyah makan
bocahbocah penjaga duku

Sesekali bertelungkup di dalam kain
atau di pondok sekedar berbaring
derik jejangkrik sejenak mengusir sepi
derik babi mengusir kenyaman hati
merekalah bocahbocah penjaga duku!!

Angin mengelus tetap silir
malam sepi tetap dingin
dan bocahbocah harus bertahan
agar esok ada harapan

( Sekayu, 2010 )
Herdoni Syafriansyah


Kutemukan Nama yang Kau Bunuh

Maaf, aku telah lelah mengharapmu
Hidup ini nyata
Kau hanya bayangku

Belasan tahun cintaku berdiri
Belasan tahun jua ia bersemi
Pun sekejap lalu tak ada kau mengerti
Sadari rasa terpateri di hati

Ombak bedebur membawa kasihku
Menggulungku pada mestika gelombang
Akulah siang aku pula malamnya
Perlukah lagi aku menepi
Bila nyata ia tak ada

Dalam titian simpang perpisahan
Kutemukan nama yang kau bunuh

( Sekayu, 2010 ) Herdoni Syafriansyah



Teguhkan Langkahmu

Titiskan terista tertahan
Canda-ilah gigil cerita
Rapikan gugur tegarmu
Sayangi dunia cintaku

Bila waktu kian cemas
Pelan
perlahankan langkahmu

lihatlah lihat mereka kini
kau telah meraihnya
tahu arti malam
tak akan ada tanpa siang

Sabarlah cintaku

Bila dunia memberi perih
Tentu senyum setelahnya

Jangan tangisi duriduri itu sayang
Jangan kau tangisi
Karena di hadapanmu :
Sayup-sayup keindahan telah terlukis

Tak inginkah kau gapai teduh malammu
Setelah terik siang menyengatmu

Tersenyumlah cinta
Dunia selalu begitu


( Sekayu, 2010 ) Herdoni Syafriansyah


Seorang Gadis Berdiri di Atas Huruf Awalan Kalimat

D idasar awan musim cerah terbang menghampar bagai segala cerita masa indah kita
E mbun terkikis jatuh ke laut di langit Tuhan telah menjadi pelangi
V as bunga dengan mawar plastik yang entah tibatiba saja merekah oleh candu senyummu
I nilah parasmu yang tertinggal bersama sepenggal mimpi ketika aku terjaga
T etaplah kamu melengkung di dalam gelas sebab terkadang gelap akan menyekap raya
A ku titip saja hati rapuh ini untukmu, dev…

( Sekayu - November 2010)
Herdoni Syafriansyah


Bingkiskan Ia Untukku

kau adalah pelara
kau adalah kemestian
kau adalah dahaga
…engkau kebanggaan

kuredam harap berulang
harap yang kau tangguhkan
aku terpinggir aku menyeri
menerjang menggapaimu

kau adalah penepi
kau risaugalauku
kau adalah harapan
anugerah yang tertahan

kau puspa kupilih
redakan alufiru darimu

bila aku kau percayakan
kadokan doa darimu

lihat waktu yang tuhan beri
tak akan mengulang aku berperi
jangan disedihkan
segera kabarkan

(Sekayu, 2010)
Herdoni Syafriansyah

Pelangi di Senja yang Tak Kau Tahu
(puisi mbeling)

Di tempatku ini bernapas terasa nikmat
terbuai waktu yang bertalu penuh rahmat
menatap senja dengan megamega berarakan dekat
meluluhkan resah penat yang melekat

Di tempatku ini menerawang terasa tenang
semilir mengelus raga hidupku senang
kenangan di hati indah menggenang
rela

air mengalir beriak tanpa suara
alamku yang tertawa
ketenangan sore yang terhormat
nyanyian musi yang mendayu
dia itu cantik nan ayu
dan kau tak perlu tahu
sebab dia cantik nan ayu
dan kau tak perlu tahu
sebab, kau tak tahu
dan tak akan kuberitahu

( Sekayu, 2010 )
Herdoni Syafriansyah


Sebab Kematian

angin berderau menderu kencang
patera jatuh terserak di muka bumi
mendung gelap memangkas cerah langit
bayangan musik bersoraksorai di kepalaku
trinitrotoluena memecah bongkahan batu
bongkahan batu itu berguguran
klutuk… klutuk… klutuk…
rumah ini begitu gelap dan lelap

pada gerbang pintu seorang dara mendekap tangan
berpakaian setengah kuyup yang tipis
kulitnya putih bersih berair laksana pir
menetes… tes… tes…

rambutnya panjang selalu tergerai
dan kali ini rambut itu tergerai basah

aku memandangi matanya
mata bara yang menyala
senyumnya bersilir menikam rasaku

suasana hening dan gigil
aku tak tahu kemana orangorang rumahku pergi
kucing gemuk milik tetangga bergelung di atas meja
kucing pemalas bertuhan dan bertuan tikus
di atas sebuah meja yang buram…

tanpa kusadari dara itu kini berdiri di teras rumahku
ia masih mendekap gigil
tangannya masih terlipat ke dada
pelan perlahan ia mendekat ke arah ku
dan semakin mendekat kepadaku
bibir itu menggurat senyum
sejuta pesona seribu makna
dan, sekejapan mata semua terjadi
semua pun telah terjadi
pisau lekat tertancap merobek perut
perut itu berdarah… darah… darah!
mataku terbelak memerah
memerah tangis darah sedih di pipi sedihku

kenapa kau mati di sini?!

(Sekayu, Mei 2010) Herdoni Syafriansyah

Senin, 08 Agustus 2011

Puisipuisi Syafriansyah, 2009

MEKARLAH BUNGAKU

terkuncup kuntum ia dahulu
melindung sari diterpa bayu
datanglah sudah banyak perayu
tetaplah tidak ia terganggu

maka bungaku jadilah engkau bunga
bermekarlah kisah kasih indah merona
jaga digjaya loka puspa warna
jadikan elok mulia jiwa terjaga

ayuhai engkau bunga kami

jauhi jalan lisan tersesat
agarlah kembangmu tidak tercacat
mekarlah kala musim tertepat
akan kami nanti selalu sempat

bila hujan tak sempat turun
akan selalu kami menyirammu
nanti kelopakmu merekah anggun
ramarama menari menunggu waktu

bilakah masa kuncup bermekar
tolong menjauh wahai belukar
bukan kami bersifat kasar
bunga kami punya tempat bersandar

kami menari menunggu waktu

( Sekayu, 2009 )Herdoni Syafriansyah


DAMAILAH DALAM DOAKU

hai kerlip kunang
jadilah penunjuk arah kala ia tersesat dipukau gelap

hai kerlip kunang
meski kerlip dan redup kupercaya ia akan melihatmu

hai pohonpohon yang teduh
lindungi raga rapuhnya dari ganasnya cinta
agar ia tidak menjadi abu

hai sungai yang mengalir
satukan tangisnya dalam arusmu
agar tak lagi menetes sedih hatinya

ayuhai taman tersiram hujan
hibur lirih hatinya akan indahmu
sebab lumpuh telah mencuri bebasnya
hingga ia cuma sanggup memandang

duhai hati yang mendengar
kuhanya mampu kirim doa
sebab harta-Nya tiada dapat aku beli

( Sekayu, 2009 )



KETIADAAN

Tuhan, ada dua kutukan dariMu yang paling roh dan raga ini takutkan :

/1/
kehilangan pakaian pelindung yang memberi nafkah pada kulitku di saat wujudnya berupa lembut dan rapuh

/2/
bila hati orangorang terdekatku mengusir cintaku dari rumah suci mereka, hingga ia terhina meratap lara

aku bahagia dalam hidupku, namun aku akan mati perlahan bila sebilah saja di antara kutukan itu datang menggorok ketiadaan kami…
hingga aku terjatuh hilang terbenam dalam lumpur derita dan menjadi seonggok mayat abadi yang hidup kekal bersama sedih dan sesalku atas sang waktu.

(Sekayu 2009 )
Herdoni Syafriansyah



SENJA YANG TERSENYUM

deras angin menggerai hujan
memaksa menari baris pepohonan
riuh air menumpahi kelopak jalan
mengisi isi relung tak bertuan

aku berdiri di tiang gelombang
menerpa angin tak sejalan
mencari tudung tempat berlindung
namun tiada jua kudapatkan

lihat kaki lihat tangan
semua teriris penuh goresan
adakah engkau wahai kawan
terasa rasa yang kurasakan

kini aku sedang berjuang
perjuangkan cinta juga impian
boleh jadi satu terbuang
asal satu terus berjalan

(Sekayu, 2009)




SUNGAIKU

ia mengalir laiknya senandung
dalam dingin yang tak berukur
ratusan bahkan seterusnya purnama
tak jua membuat ia terjaga
entah kemana ia akan berlabuh

telah kucoba ‘tuk membendungnya
namun kutak tahu kemana ia akan mengarah

sungaiku
ingin aku menyatu
tenggelam di dasar hatimu
namun kutakut mati karenanya
ku ingin kau tenangkan airmu
cobalah jinakan gelombangmu
dan biarkan aku merengkuhmu
walaupun hanya
dalam dekapan yang tak nyata

( Sekayu, 2009 ) Herdoni Syafriansyah



MENDAKI LANGIT

Hitam langit senja gerimis
pekat dan menyesakkan
dalam bayang tak berbentuk
kutelan pahitnya udara ini

aku merapuh tak berujar
aku meraba ini otakku
mengapa ia begitu kusut
perlahan warna pun mengerdip
warna pun perlahan meredup
semakin redup
semakin samar olehku

aku tak mau kau mendekapku
maka akhiri… lepaskan aku
ku tak ingin mati terjamah olehmu
maka lepaslah biar kupergi
biarku titih jutaan buih dan
biarkan aku mendaki tubir langit
akan kulukis indah senja ini
hilangkan pekat dalam sesaknya
bila nanti

( Sekayu, 2009 )
Herdoni Syafriansyah