Sabtu, 20 Agustus 2011

Puisipuisi Syafriansyah, 2010

Kucing, oh kucing!

mengapa tak mau kau teteki orokmu
padahal tangisnya tusuk kupingmu
mengapa begitu engkau pada dirinya
adakah noda pada lahirnya

andai oh seandainya bulat mata itu mampu berbicara dan tak terhalang oleh kuncup kelopak putiknya, ia akan tersenyum dengan senyuman bening kristal yang ia ukirkan untukmu semata dan berkata, “oh! bunda, rupamu bagai bidadari elok nan jelita turun dari sungai surga berkilau. segar, sejuk, penuh keceriaan.
dikau ibu yang kusayangi, namun kau tak menganugerahkannya.
maka jadilah kau… kau aku benci!!”


kucing oh kucing!
kau adalah makhluk rumahan, seharusharusnya tingkahmu beradab
atau setidaktidaknya diberadabkan…
namun, mengapa tega kau ingkari orokmu
kadang kau titipkan ia pada busuk kumuhnya tong sampah
kadang pula kau taruh ia sesukamu sembarang kentut

kucing oh kucing
bingung…
andai semua kucing berlaku sama, malangnya anak kucing
oh kau anak malang, oh kau anakku
anak kucing… anakku!
Terimalah nasibmu wahai anak malang yang dilupakan

( Sekayu, 2010 )
Herdoni Syafriansyah

Bocah Penjaga Duku

Kala malam meriap mereka membangun unggun
mengusir dingin yang meniup tembus kepala
hay bocahbocah bermata kilat elang

Reranting berputar terkibas angin
meski sepi meski dingin mereka bertahan
demi esok mengunyah makan
bocahbocah penjaga duku

Sesekali bertelungkup di dalam kain
atau di pondok sekedar berbaring
derik jejangkrik sejenak mengusir sepi
derik babi mengusir kenyaman hati
merekalah bocahbocah penjaga duku!!

Angin mengelus tetap silir
malam sepi tetap dingin
dan bocahbocah harus bertahan
agar esok ada harapan

( Sekayu, 2010 )
Herdoni Syafriansyah


Kutemukan Nama yang Kau Bunuh

Maaf, aku telah lelah mengharapmu
Hidup ini nyata
Kau hanya bayangku

Belasan tahun cintaku berdiri
Belasan tahun jua ia bersemi
Pun sekejap lalu tak ada kau mengerti
Sadari rasa terpateri di hati

Ombak bedebur membawa kasihku
Menggulungku pada mestika gelombang
Akulah siang aku pula malamnya
Perlukah lagi aku menepi
Bila nyata ia tak ada

Dalam titian simpang perpisahan
Kutemukan nama yang kau bunuh

( Sekayu, 2010 ) Herdoni Syafriansyah



Teguhkan Langkahmu

Titiskan terista tertahan
Canda-ilah gigil cerita
Rapikan gugur tegarmu
Sayangi dunia cintaku

Bila waktu kian cemas
Pelan
perlahankan langkahmu

lihatlah lihat mereka kini
kau telah meraihnya
tahu arti malam
tak akan ada tanpa siang

Sabarlah cintaku

Bila dunia memberi perih
Tentu senyum setelahnya

Jangan tangisi duriduri itu sayang
Jangan kau tangisi
Karena di hadapanmu :
Sayup-sayup keindahan telah terlukis

Tak inginkah kau gapai teduh malammu
Setelah terik siang menyengatmu

Tersenyumlah cinta
Dunia selalu begitu


( Sekayu, 2010 ) Herdoni Syafriansyah


Seorang Gadis Berdiri di Atas Huruf Awalan Kalimat

D idasar awan musim cerah terbang menghampar bagai segala cerita masa indah kita
E mbun terkikis jatuh ke laut di langit Tuhan telah menjadi pelangi
V as bunga dengan mawar plastik yang entah tibatiba saja merekah oleh candu senyummu
I nilah parasmu yang tertinggal bersama sepenggal mimpi ketika aku terjaga
T etaplah kamu melengkung di dalam gelas sebab terkadang gelap akan menyekap raya
A ku titip saja hati rapuh ini untukmu, dev…

( Sekayu - November 2010)
Herdoni Syafriansyah


Bingkiskan Ia Untukku

kau adalah pelara
kau adalah kemestian
kau adalah dahaga
…engkau kebanggaan

kuredam harap berulang
harap yang kau tangguhkan
aku terpinggir aku menyeri
menerjang menggapaimu

kau adalah penepi
kau risaugalauku
kau adalah harapan
anugerah yang tertahan

kau puspa kupilih
redakan alufiru darimu

bila aku kau percayakan
kadokan doa darimu

lihat waktu yang tuhan beri
tak akan mengulang aku berperi
jangan disedihkan
segera kabarkan

(Sekayu, 2010)
Herdoni Syafriansyah

Pelangi di Senja yang Tak Kau Tahu
(puisi mbeling)

Di tempatku ini bernapas terasa nikmat
terbuai waktu yang bertalu penuh rahmat
menatap senja dengan megamega berarakan dekat
meluluhkan resah penat yang melekat

Di tempatku ini menerawang terasa tenang
semilir mengelus raga hidupku senang
kenangan di hati indah menggenang
rela

air mengalir beriak tanpa suara
alamku yang tertawa
ketenangan sore yang terhormat
nyanyian musi yang mendayu
dia itu cantik nan ayu
dan kau tak perlu tahu
sebab dia cantik nan ayu
dan kau tak perlu tahu
sebab, kau tak tahu
dan tak akan kuberitahu

( Sekayu, 2010 )
Herdoni Syafriansyah


Sebab Kematian

angin berderau menderu kencang
patera jatuh terserak di muka bumi
mendung gelap memangkas cerah langit
bayangan musik bersoraksorai di kepalaku
trinitrotoluena memecah bongkahan batu
bongkahan batu itu berguguran
klutuk… klutuk… klutuk…
rumah ini begitu gelap dan lelap

pada gerbang pintu seorang dara mendekap tangan
berpakaian setengah kuyup yang tipis
kulitnya putih bersih berair laksana pir
menetes… tes… tes…

rambutnya panjang selalu tergerai
dan kali ini rambut itu tergerai basah

aku memandangi matanya
mata bara yang menyala
senyumnya bersilir menikam rasaku

suasana hening dan gigil
aku tak tahu kemana orangorang rumahku pergi
kucing gemuk milik tetangga bergelung di atas meja
kucing pemalas bertuhan dan bertuan tikus
di atas sebuah meja yang buram…

tanpa kusadari dara itu kini berdiri di teras rumahku
ia masih mendekap gigil
tangannya masih terlipat ke dada
pelan perlahan ia mendekat ke arah ku
dan semakin mendekat kepadaku
bibir itu menggurat senyum
sejuta pesona seribu makna
dan, sekejapan mata semua terjadi
semua pun telah terjadi
pisau lekat tertancap merobek perut
perut itu berdarah… darah… darah!
mataku terbelak memerah
memerah tangis darah sedih di pipi sedihku

kenapa kau mati di sini?!

(Sekayu, Mei 2010) Herdoni Syafriansyah

Senin, 08 Agustus 2011

Puisipuisi Syafriansyah, 2009

MEKARLAH BUNGAKU

terkuncup kuntum ia dahulu
melindung sari diterpa bayu
datanglah sudah banyak perayu
tetaplah tidak ia terganggu

maka bungaku jadilah engkau bunga
bermekarlah kisah kasih indah merona
jaga digjaya loka puspa warna
jadikan elok mulia jiwa terjaga

ayuhai engkau bunga kami

jauhi jalan lisan tersesat
agarlah kembangmu tidak tercacat
mekarlah kala musim tertepat
akan kami nanti selalu sempat

bila hujan tak sempat turun
akan selalu kami menyirammu
nanti kelopakmu merekah anggun
ramarama menari menunggu waktu

bilakah masa kuncup bermekar
tolong menjauh wahai belukar
bukan kami bersifat kasar
bunga kami punya tempat bersandar

kami menari menunggu waktu

( Sekayu, 2009 )Herdoni Syafriansyah


DAMAILAH DALAM DOAKU

hai kerlip kunang
jadilah penunjuk arah kala ia tersesat dipukau gelap

hai kerlip kunang
meski kerlip dan redup kupercaya ia akan melihatmu

hai pohonpohon yang teduh
lindungi raga rapuhnya dari ganasnya cinta
agar ia tidak menjadi abu

hai sungai yang mengalir
satukan tangisnya dalam arusmu
agar tak lagi menetes sedih hatinya

ayuhai taman tersiram hujan
hibur lirih hatinya akan indahmu
sebab lumpuh telah mencuri bebasnya
hingga ia cuma sanggup memandang

duhai hati yang mendengar
kuhanya mampu kirim doa
sebab harta-Nya tiada dapat aku beli

( Sekayu, 2009 )



KETIADAAN

Tuhan, ada dua kutukan dariMu yang paling roh dan raga ini takutkan :

/1/
kehilangan pakaian pelindung yang memberi nafkah pada kulitku di saat wujudnya berupa lembut dan rapuh

/2/
bila hati orangorang terdekatku mengusir cintaku dari rumah suci mereka, hingga ia terhina meratap lara

aku bahagia dalam hidupku, namun aku akan mati perlahan bila sebilah saja di antara kutukan itu datang menggorok ketiadaan kami…
hingga aku terjatuh hilang terbenam dalam lumpur derita dan menjadi seonggok mayat abadi yang hidup kekal bersama sedih dan sesalku atas sang waktu.

(Sekayu 2009 )
Herdoni Syafriansyah



SENJA YANG TERSENYUM

deras angin menggerai hujan
memaksa menari baris pepohonan
riuh air menumpahi kelopak jalan
mengisi isi relung tak bertuan

aku berdiri di tiang gelombang
menerpa angin tak sejalan
mencari tudung tempat berlindung
namun tiada jua kudapatkan

lihat kaki lihat tangan
semua teriris penuh goresan
adakah engkau wahai kawan
terasa rasa yang kurasakan

kini aku sedang berjuang
perjuangkan cinta juga impian
boleh jadi satu terbuang
asal satu terus berjalan

(Sekayu, 2009)




SUNGAIKU

ia mengalir laiknya senandung
dalam dingin yang tak berukur
ratusan bahkan seterusnya purnama
tak jua membuat ia terjaga
entah kemana ia akan berlabuh

telah kucoba ‘tuk membendungnya
namun kutak tahu kemana ia akan mengarah

sungaiku
ingin aku menyatu
tenggelam di dasar hatimu
namun kutakut mati karenanya
ku ingin kau tenangkan airmu
cobalah jinakan gelombangmu
dan biarkan aku merengkuhmu
walaupun hanya
dalam dekapan yang tak nyata

( Sekayu, 2009 ) Herdoni Syafriansyah



MENDAKI LANGIT

Hitam langit senja gerimis
pekat dan menyesakkan
dalam bayang tak berbentuk
kutelan pahitnya udara ini

aku merapuh tak berujar
aku meraba ini otakku
mengapa ia begitu kusut
perlahan warna pun mengerdip
warna pun perlahan meredup
semakin redup
semakin samar olehku

aku tak mau kau mendekapku
maka akhiri… lepaskan aku
ku tak ingin mati terjamah olehmu
maka lepaslah biar kupergi
biarku titih jutaan buih dan
biarkan aku mendaki tubir langit
akan kulukis indah senja ini
hilangkan pekat dalam sesaknya
bila nanti

( Sekayu, 2009 )
Herdoni Syafriansyah