Selasa, 20 September 2011

Puisipuisi Syafriansyah, Media DinamikaNews

Dimuat Media Lampung, DinamikaNews - 12 Februari 2012



Syilogisme Sebab (1)



ada mengapa oleh sebab

ada tanya akan jawab

asal muasal kepada asal

asal angin jadilah angin

asal api sebab api

asal air sebab air

tanah menjadi tanah

cacing menjadi cacing

manusia menjadi manusia

manusia punya rindu

manusia punya benci

manusia punya cinta



asal rindu sebab rindu

sebab rindu kepada rindu

sebab benci kepada benci

benci kepada cinta

sebab cinta kepada cinta

sebab aku kepadamu kamu kepadaku

maka aku adalah kamu

maka kamu adalah aku

aku adalah tanah

kamu adalah tanah

aku menjadi manusia

kamu menjadi manusia

manusia menjadi tanah

tanah menjadi cacing

manusia menjadi cacing

cacing menjadi tanah



asal muasal adalah asal

asal angin jadilah angin

asal api sebab api

asal air sebab air

asal tanah adalah aku dan kau



( Sekayu, 19 Juli 2011 )







YANG DIHARAP GUGUR, YANG DIHARAP CUCUR*

(Buat Tri Akbarisyah)



surya tenggelam

lentera padam

berjuta kilau melesat tajam

mengiris malam



tasbihtasbih melingkar langit

cahayacahaya menumpah bumi

bismillahbismillahbismillah

cahaya merekah di rumah Allah



lentera padam

bulan temaram

pukau tekuk merapat kalam

menarung malam



tasbihtasbih melingkar langit

bismillahbismillahbismillah

syafaat kami meruah tumpah



bismillahbismillahbismillah

qalbu menetes mendesau fitrah

cucurlah susu gugurlah tuba



Allahuakbar Allahhurrahim

ya Allahhu ya Rahman ya Rahim



(Sekayu, 25 Juli 2011)





Nya



Sampai kuteguk Abatasa-Nya

Sampai kumabuk, ke dalam Allah



(Sekayu, Januari 2012)







Dosa Api Kubur



menyuling kuburkubur

dosa diderai menjadi suci

meratib arwaharwah

arwah diderai menjadi api



o dosa sepi

dosa sunyi

dosa ngeri

dosa sendiri

o api sepi

api sunyi

api ngeri

api sendiri



derai

kubur

kubur



derai

dosa

dosa



derai

derai

suci



derai

derai

api

derai

sepi

sepi

sendiri



(Sekayu, 2 Ramadhan 1432 H )







Pada KitabKu, Kitab PadaKu



ketika badai tibatiba menghempas

burungburung panik memekik cemas

ombak bergulung memecah karang

membentang tangan lintang kehancuran



tunduk pada gunung

tunduk pada langit

tunduk pada laut

tunduk pada kitabKu

tunduk paling kepadaKu



"salamun qaulan min Rabbin Rahim"



(Sekayu, 5-13 Oktober 2011)





*Puisi ini pernah dimuat Harian Musi Banyuasin.

Sabtu, 17 September 2011

Sajak, Januari - Februari 2011

Solilokui Malam 2011
: dv

hay dear…
malam ini bintang jatuh melukis wajahmu
gelasgelas yang basah, musik yang ingarbingar,
sedap asap ayam bakar, renyah tawa gadisgadis,
malam yang terlihat ramai. namun di sini
pada pertengahan malam ini
hatiku tetap kurasa kosong

jauh dari sosok gadis yang tidur di hatiku

aral duri dalam melangkah, aral cobaan dalam cinta
pertanyaan tentang sebuah kisah yang telah kita pautkan
seulas senyummu, malam yang gelap, sepotong kilas tatap matamu
apakah semua ini akan utuh?

saat aku menemukanmu
saat kau menemuiku
saat aku memilih kamu
saat kau memilih aku
saat kemudian kugenggam tanganmu
saat kemudian kaugenggam tanganku
saatsaat kita bersama

aku dapat mencintaimu, namun semakin pincang berjalan
sepotong kenangan ketika kita selalu jauh
pada malam yang dingin, cinta yang telah kuserahkan padamu
berapa lama lagi akan bertahan?

Sekayu – ( 03.04 ) 1 – 1 – 2011)


GETARAN ITU MEMBEKU

sepotong kisah yang kupenggal di dadaku
memikirkan kamu yang masih tinggal di jantungku
perlahan kopi pun telah membeku

terpejam kumeraba hamparan ruang
udara yang terserak, udara diam yang membunuhku
aku belum ingin mati, aku belum ingin mati
kubutuh dirimu untuk memberi

dapat kutangkap wangi rambutmu
wangi tubuhmu yang membisu
kutelan jauh ke dalam napasku
sebuah ruang yang jauh nun dalam
aku merasakan ketenangan di sini
namun ternyata seseorang menikamku

kudapati dada ini terbelah
jantung ini basah hitam bergetar
dirimu manis sedang tertidur
aku tersenyum menatap parasmu

basah
jantungku di atas meja
darah yang merembes merah pekat dan
dirimu tibatiba lenyap

aku ngeri dan perih
aku takut dan redup
langit perlahan meredup
bayangmu perlahan memudar
getaran itu membeku

(Sekayu- 1 – 1 – 11)


Perindu

lihat sungai bersayap pelangi dan kibasan perak di buih musi
berkeretap menangkap senja pada
perhiasan semesta yang nyata

sampan yang tertambat adalah aku
silir yang bergulir membawa rindu
dingin yang mendidih: kutanak sebagai penawar luka yang terlupa

atived… ceritakan padaku
tentang sepotong ayat jurnal
yang tak kumengerti
padamu


(Sekayu – Februari 2011)


Sungai Musi

seperti waktu yang terus membawamu menambah usia
dan mengasuhmu menuju ragam peradaban serta serupa senja
yang akan kembali kala esok dalam waktu yang meluruh
dan kau balas dengan gemuruh

kilaumu anggun menari berkelok dari kepala pagi
berpias pendar surya yang berkeretap di ari air
terus mengalir menembus sumsum peradaban jaman

berangkat dari kepahiang airmu mengalir memecah bulir
terpecahbelah menjadi delapan tangantangan remaja
yang sebagian renyah manis menyentuh sawah
menyelam kepada tanah mengirim senyum kepada
pepohonan yang semoga tak akan lekas punah

(Sekayu – Februari 2011)


TERHEMPAS

cinta meruntuhkan sayapnya
ia menyayatnyayat dengan belati
darah menetesnetes
darah merembesrembes
cinta tak lagi mau pergi
bayu kemurkaan mengempas
ringkih raganya

cinta bercermin pada langit malam
menjantang telaga kilau dipukau langit
dan batara suralaya memulai dongeng
: ‘’’anima naputu namucika motama…
hyang batari memulai tembang
: ‘’’ana mucika, ana motanama

awal lalu cinta selalu ceria
matanya kilau cerlang menyala
ekornya lapang mengibasngibas
gaib hanyut kemana hati ia mau

jauh di sana kura-kura berjalan sangat pelan
jauh di sana angin terlalu cepat memutar haluan
kini di dekatnya bencana datang menggedok pintu
ketukan yang datar

Tuk... Tuk... Tuk…

tamu ini terlalu cepat, yang terhempas
dan dongeng telah berubah haluan
dan tembang pun berputar haluan

mimpinya kini telah mati
cinta meruntuhkan sayapnya
cinta tidak lagi mau punya sayap
ia menyayatnyayatnya dengan belati
darahnya menetes
darahnya merembes


(Sekayu, 1 - 2 - 2011 )
Herdoni Syafriansyah

-
Herdoni Syafriansyah lahir di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, 7 Oktober 1991.
Ia adalah seorang muda pecinta sastra, penikmat kopi, dan penyuka pindang patin.