Dimuat Media Lampung, DinamikaNews - 12 Februari 2012
Syilogisme Sebab (1)
ada mengapa oleh sebab
ada tanya akan jawab
asal muasal kepada asal
asal angin jadilah angin
asal api sebab api
asal air sebab air
tanah menjadi tanah
cacing menjadi cacing
manusia menjadi manusia
manusia punya rindu
manusia punya benci
manusia punya cinta
asal rindu sebab rindu
sebab rindu kepada rindu
sebab benci kepada benci
benci kepada cinta
sebab cinta kepada cinta
sebab aku kepadamu kamu kepadaku
maka aku adalah kamu
maka kamu adalah aku
aku adalah tanah
kamu adalah tanah
aku menjadi manusia
kamu menjadi manusia
manusia menjadi tanah
tanah menjadi cacing
manusia menjadi cacing
cacing menjadi tanah
asal muasal adalah asal
asal angin jadilah angin
asal api sebab api
asal air sebab air
asal tanah adalah aku dan kau
( Sekayu, 19 Juli 2011 )
YANG DIHARAP GUGUR, YANG DIHARAP CUCUR*
(Buat Tri Akbarisyah)
surya tenggelam
lentera padam
berjuta kilau melesat tajam
mengiris malam
tasbihtasbih melingkar langit
cahayacahaya menumpah bumi
bismillahbismillahbismillah
cahaya merekah di rumah Allah
lentera padam
bulan temaram
pukau tekuk merapat kalam
menarung malam
tasbihtasbih melingkar langit
bismillahbismillahbismillah
syafaat kami meruah tumpah
bismillahbismillahbismillah
qalbu menetes mendesau fitrah
cucurlah susu gugurlah tuba
Allahuakbar Allahhurrahim
ya Allahhu ya Rahman ya Rahim
(Sekayu, 25 Juli 2011)
Nya
Sampai kuteguk Abatasa-Nya
Sampai kumabuk, ke dalam Allah
(Sekayu, Januari 2012)
Dosa Api Kubur
menyuling kuburkubur
dosa diderai menjadi suci
meratib arwaharwah
arwah diderai menjadi api
o dosa sepi
dosa sunyi
dosa ngeri
dosa sendiri
o api sepi
api sunyi
api ngeri
api sendiri
derai
kubur
kubur
derai
dosa
dosa
derai
derai
suci
derai
derai
api
derai
sepi
sepi
sendiri
(Sekayu, 2 Ramadhan 1432 H )
Pada KitabKu, Kitab PadaKu
ketika badai tibatiba menghempas
burungburung panik memekik cemas
ombak bergulung memecah karang
membentang tangan lintang kehancuran
tunduk pada gunung
tunduk pada langit
tunduk pada laut
tunduk pada kitabKu
tunduk paling kepadaKu
"salamun qaulan min Rabbin Rahim"
(Sekayu, 5-13 Oktober 2011)
*Puisi ini pernah dimuat Harian Musi Banyuasin.
Selasa, 20 September 2011
Sabtu, 17 September 2011
Sajak, Januari - Februari 2011
Solilokui Malam 2011
: dv
hay dear…
malam ini bintang jatuh melukis wajahmu
gelasgelas yang basah, musik yang ingarbingar,
sedap asap ayam bakar, renyah tawa gadisgadis,
malam yang terlihat ramai. namun di sini
pada pertengahan malam ini
hatiku tetap kurasa kosong
jauh dari sosok gadis yang tidur di hatiku
aral duri dalam melangkah, aral cobaan dalam cinta
pertanyaan tentang sebuah kisah yang telah kita pautkan
seulas senyummu, malam yang gelap, sepotong kilas tatap matamu
apakah semua ini akan utuh?
saat aku menemukanmu
saat kau menemuiku
saat aku memilih kamu
saat kau memilih aku
saat kemudian kugenggam tanganmu
saat kemudian kaugenggam tanganku
saatsaat kita bersama
aku dapat mencintaimu, namun semakin pincang berjalan
sepotong kenangan ketika kita selalu jauh
pada malam yang dingin, cinta yang telah kuserahkan padamu
berapa lama lagi akan bertahan?
Sekayu – ( 03.04 ) 1 – 1 – 2011)
GETARAN ITU MEMBEKU
sepotong kisah yang kupenggal di dadaku
memikirkan kamu yang masih tinggal di jantungku
perlahan kopi pun telah membeku
terpejam kumeraba hamparan ruang
udara yang terserak, udara diam yang membunuhku
aku belum ingin mati, aku belum ingin mati
kubutuh dirimu untuk memberi
dapat kutangkap wangi rambutmu
wangi tubuhmu yang membisu
kutelan jauh ke dalam napasku
sebuah ruang yang jauh nun dalam
aku merasakan ketenangan di sini
namun ternyata seseorang menikamku
kudapati dada ini terbelah
jantung ini basah hitam bergetar
dirimu manis sedang tertidur
aku tersenyum menatap parasmu
basah
jantungku di atas meja
darah yang merembes merah pekat dan
dirimu tibatiba lenyap
aku ngeri dan perih
aku takut dan redup
langit perlahan meredup
bayangmu perlahan memudar
getaran itu membeku
(Sekayu- 1 – 1 – 11)
Perindu
lihat sungai bersayap pelangi dan kibasan perak di buih musi
berkeretap menangkap senja pada
perhiasan semesta yang nyata
sampan yang tertambat adalah aku
silir yang bergulir membawa rindu
dingin yang mendidih: kutanak sebagai penawar luka yang terlupa
atived… ceritakan padaku
tentang sepotong ayat jurnal
yang tak kumengerti
padamu
(Sekayu – Februari 2011)
Sungai Musi
seperti waktu yang terus membawamu menambah usia
dan mengasuhmu menuju ragam peradaban serta serupa senja
yang akan kembali kala esok dalam waktu yang meluruh
dan kau balas dengan gemuruh
kilaumu anggun menari berkelok dari kepala pagi
berpias pendar surya yang berkeretap di ari air
terus mengalir menembus sumsum peradaban jaman
berangkat dari kepahiang airmu mengalir memecah bulir
terpecahbelah menjadi delapan tangantangan remaja
yang sebagian renyah manis menyentuh sawah
menyelam kepada tanah mengirim senyum kepada
pepohonan yang semoga tak akan lekas punah
(Sekayu – Februari 2011)
TERHEMPAS
cinta meruntuhkan sayapnya
ia menyayatnyayat dengan belati
darah menetesnetes
darah merembesrembes
cinta tak lagi mau pergi
bayu kemurkaan mengempas
ringkih raganya
cinta bercermin pada langit malam
menjantang telaga kilau dipukau langit
dan batara suralaya memulai dongeng
: ‘’’anima naputu namucika motama…
hyang batari memulai tembang
: ‘’’ana mucika, ana motanama
awal lalu cinta selalu ceria
matanya kilau cerlang menyala
ekornya lapang mengibasngibas
gaib hanyut kemana hati ia mau
jauh di sana kura-kura berjalan sangat pelan
jauh di sana angin terlalu cepat memutar haluan
kini di dekatnya bencana datang menggedok pintu
ketukan yang datar
Tuk... Tuk... Tuk…
tamu ini terlalu cepat, yang terhempas
dan dongeng telah berubah haluan
dan tembang pun berputar haluan
mimpinya kini telah mati
cinta meruntuhkan sayapnya
cinta tidak lagi mau punya sayap
ia menyayatnyayatnya dengan belati
darahnya menetes
darahnya merembes
(Sekayu, 1 - 2 - 2011 )
Herdoni Syafriansyah
-
Herdoni Syafriansyah lahir di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, 7 Oktober 1991.
Ia adalah seorang muda pecinta sastra, penikmat kopi, dan penyuka pindang patin.
: dv
hay dear…
malam ini bintang jatuh melukis wajahmu
gelasgelas yang basah, musik yang ingarbingar,
sedap asap ayam bakar, renyah tawa gadisgadis,
malam yang terlihat ramai. namun di sini
pada pertengahan malam ini
hatiku tetap kurasa kosong
jauh dari sosok gadis yang tidur di hatiku
aral duri dalam melangkah, aral cobaan dalam cinta
pertanyaan tentang sebuah kisah yang telah kita pautkan
seulas senyummu, malam yang gelap, sepotong kilas tatap matamu
apakah semua ini akan utuh?
saat aku menemukanmu
saat kau menemuiku
saat aku memilih kamu
saat kau memilih aku
saat kemudian kugenggam tanganmu
saat kemudian kaugenggam tanganku
saatsaat kita bersama
aku dapat mencintaimu, namun semakin pincang berjalan
sepotong kenangan ketika kita selalu jauh
pada malam yang dingin, cinta yang telah kuserahkan padamu
berapa lama lagi akan bertahan?
Sekayu – ( 03.04 ) 1 – 1 – 2011)
GETARAN ITU MEMBEKU
sepotong kisah yang kupenggal di dadaku
memikirkan kamu yang masih tinggal di jantungku
perlahan kopi pun telah membeku
terpejam kumeraba hamparan ruang
udara yang terserak, udara diam yang membunuhku
aku belum ingin mati, aku belum ingin mati
kubutuh dirimu untuk memberi
dapat kutangkap wangi rambutmu
wangi tubuhmu yang membisu
kutelan jauh ke dalam napasku
sebuah ruang yang jauh nun dalam
aku merasakan ketenangan di sini
namun ternyata seseorang menikamku
kudapati dada ini terbelah
jantung ini basah hitam bergetar
dirimu manis sedang tertidur
aku tersenyum menatap parasmu
basah
jantungku di atas meja
darah yang merembes merah pekat dan
dirimu tibatiba lenyap
aku ngeri dan perih
aku takut dan redup
langit perlahan meredup
bayangmu perlahan memudar
getaran itu membeku
(Sekayu- 1 – 1 – 11)
Perindu
lihat sungai bersayap pelangi dan kibasan perak di buih musi
berkeretap menangkap senja pada
perhiasan semesta yang nyata
sampan yang tertambat adalah aku
silir yang bergulir membawa rindu
dingin yang mendidih: kutanak sebagai penawar luka yang terlupa
atived… ceritakan padaku
tentang sepotong ayat jurnal
yang tak kumengerti
padamu
(Sekayu – Februari 2011)
Sungai Musi
seperti waktu yang terus membawamu menambah usia
dan mengasuhmu menuju ragam peradaban serta serupa senja
yang akan kembali kala esok dalam waktu yang meluruh
dan kau balas dengan gemuruh
kilaumu anggun menari berkelok dari kepala pagi
berpias pendar surya yang berkeretap di ari air
terus mengalir menembus sumsum peradaban jaman
berangkat dari kepahiang airmu mengalir memecah bulir
terpecahbelah menjadi delapan tangantangan remaja
yang sebagian renyah manis menyentuh sawah
menyelam kepada tanah mengirim senyum kepada
pepohonan yang semoga tak akan lekas punah
(Sekayu – Februari 2011)
TERHEMPAS
cinta meruntuhkan sayapnya
ia menyayatnyayat dengan belati
darah menetesnetes
darah merembesrembes
cinta tak lagi mau pergi
bayu kemurkaan mengempas
ringkih raganya
cinta bercermin pada langit malam
menjantang telaga kilau dipukau langit
dan batara suralaya memulai dongeng
: ‘’’anima naputu namucika motama…
hyang batari memulai tembang
: ‘’’ana mucika, ana motanama
awal lalu cinta selalu ceria
matanya kilau cerlang menyala
ekornya lapang mengibasngibas
gaib hanyut kemana hati ia mau
jauh di sana kura-kura berjalan sangat pelan
jauh di sana angin terlalu cepat memutar haluan
kini di dekatnya bencana datang menggedok pintu
ketukan yang datar
Tuk... Tuk... Tuk…
tamu ini terlalu cepat, yang terhempas
dan dongeng telah berubah haluan
dan tembang pun berputar haluan
mimpinya kini telah mati
cinta meruntuhkan sayapnya
cinta tidak lagi mau punya sayap
ia menyayatnyayatnya dengan belati
darahnya menetes
darahnya merembes
(Sekayu, 1 - 2 - 2011 )
Herdoni Syafriansyah
-
Herdoni Syafriansyah lahir di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, 7 Oktober 1991.
Ia adalah seorang muda pecinta sastra, penikmat kopi, dan penyuka pindang patin.
Langganan:
Postingan (Atom)